Perundingan Linggarjati adalah salah satu perundingan yang
diselenggarakan Bangsa Indonesia dalam memperoleh statusnya sebagai
bangsa yang merdeka. Perundingan yang diselenggarakan di Desa
Linggajati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, adalah sebagian dari
rangkaian perundingan yang dilakukan Kabinet Sjahrir dengan komisi
Jenderal, sebagai wakil Pemerintah Kerajaan Belanda. Perundingan ini
sebenarnya bukan merupakan perundingan pertama antara Bangsa Indonesia
dan Belanda, tetapi perundingan ini benar-benar mempunyai makna yang
sangat penting dalam sejarah Indonesia.
Makna penting Perundingan Linggarjati ada beberapa hal. Pertama, tatanan
dunia yang berlaku pada saat pasca Perang Dunia Kedua yang
direfleksikan dalam Piagam PBB, berbeda dengan tatanan nasional
Indonesia yang bercermin dalam Uud 1945.
Hak self-determination (menentukan nasib sendiri tidak dimaksudkan
untuk merdeka). Kemerdekaan dimungkinkan apabila negara penjajah dapat
menyetujui melalui sebuah kesepakatan, sedangkan kalau pihak yang lain
tidak setuju, maka kemerdekaan itu tidak akan ada.
Kedua, Perundingan Linggarjati menunjukkan bahwa adanya satu visi
yang sama dari para pemimpin Bangsa Indonesia saat itu dalam menghadapi
Belanda. Walauppun Perundingan Linggarjati adalah produk Kabinet
Syahrir, tetapi Presiden Soekarno memberikan dukungan yang luar biasa
dengan mempertaruhkan reputasi dan jabatannya, baik dalam berhadapan
dengan KNIP maupun dengan rakyat Indonesia.
Ketiga, Perundingan Linggarjati adalah kesepakatan internasional
pertama yang dihasilkan Republik Indonesia. Perjanjian ini dilakukan
oleh delegasi RI dan Belanda, tanpa campur tangan pihak ketiga.
Keempat, Perundingan Linggarjati menjadi modal dalam perjuangan
diplomasi Indonesia dalam menghadapi Belanda. Perundingan Renville dan
KMB pada dasarnya mempunyai inti yang tidak terlalu jauh berbeda dengan
Perundingan Linggarjati.
Sebagai sebuah perjanjian yang sangat penting karena akan menentukan
nasib dua bangsa, Perjanjian Linggarjati dapat dikatakan mendapat
persetujuan dalam waktu relatif singkat. Ini sebuah prestasi luar biasa
bagi Bangsa Indonesia.
Bandingkan dengan perjanjian antara Palestina dengan Israel yang
sudah memakan waktu berpuluh-puluh tahun atau perjanjian antara Kaum
Tamil dengan pemerintah Sri Langka. Mengapa Bung Karno dan Bung Hatta
serta-merta menyetujui perjanjian ini, padahal kedua delegasi belum
selesai dalam pembicaraannya?
Benarkah bayang-bayang perang yang membuat keduanya menyetujui
perjanjian itu? Bukankah Belanda akhirnya tetap menyerbu Jogja dengan
alasan merupakan polisionil.
Perundingan Linggarjati yang dilaksanakan pasca Perang Kedua memang
mempunyai permasalahan. Di pihak Belanda terdapat Dr. H.J van Mook,
Letnan Gubernur Jenderal yang merasakan pahitnya menjadi pengungsi
akibat kalah perang dengan Jepang. Kemudian pemerintah Kerajaan Denhaag
yang dalam beberapa hal berbeda pandangan dengan van Mook, serta ada
Lord Louis Mountbatten, Panglima Sekutu.
Ketiganya mempunyai kepentingan yang berbeda dalam permasalahan
kemerdekaan Indonesia.
Mountbatten menginginkan permasalahan
Indonesia-Belanda segera selesai apapun bentuk akhirnya, Pemerintah
Kerajaan Belanda yang ingin mengembalikan Indonesia ke dalam Negara
jajahannya apapun resikonya, serta van Mook yang lebih pragmatis dalam
menghadapi kenyataan riil di lapangan.
Dari sisi Indonesia-pun ada Kabinet Syahrir, ada Soekarno dan Hatta
sebagai Kepala Negara, ada KNIP sebagai parlemen, dan ada Kelompok
Persatuan Perjuangan. Kelompok Persatuan Perjuangan ini tidak mau
berkompromi. Mereka menuntut Indonesia merdeka 100%. Sementara Kabinet
Sjahrir lebih pragmatis dengan menerima pengakuan kedaulatan hanya atas
Jawa dan Sumatera.
Sjahrir berpendapat bahwa ini merupakan langkah awal menuju
kemerdekaan penuh seluruh Indonesia. Perundingan Linggarjati telah
terjadi dan hasilnyapun ada. Itulah fakta sejarahnya. Penilaian terhadap
perundingan itu terserah kepada persepsi masing-masing orang.
Terlepas dari kekurangan yang ada, Perundingan Linggarjati adalah
sebuah prestasi pada masanya dan masa-masa selanjutnya. Prestasi yang
menunjukan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab dan mampu
menyelesaikan permasalahannya dengan cara elegan.
Prestasi ini seharusnya mendapat penghargaan yang layak dari Bangsa
Indonesia yang dulu mereka pernah wakili dan perjuangkan. Sayang sekali
nama-nama mereka kurang dikenal karena penghargaan kepada mereka masih
terbatas.
Hanya Sjahrir yang namanya sudah dipergunakan sebagai nama jalan di
beberapa kota. Nama-nama delegasi yang lain belum ada yang digunakan
sebagai nama jalan di kota besar. Tidak ada nama jalan A.K Gani atau
Leimina di Jakarta. Padahal, Leimina adalah anggota delegasi Indonesia
yang pernah tujuh kali menjabat sebagai pejabat presiden, dan setelah
meninggal dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Hingga saat ini
Beliau bahkan belum diangkat sebagai pahlawan nasional.
Di zaman sekarang yang lebih mengedepankan dialog untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan bangsa dan permasalahan internasional, nama
mereka patut kita kenang. Perjanjian Linggarjati yang mereka hasilkan
adalah langkah awal menuju pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh dunia
internasional.
Hal ini patut mendapat penghargaan. Keberanian mereka untuk berunding
adalah sangat luar biasa. Menjadi anggota delegasi berarti
mempertaruhkan nyawa untuk memperjuangkan kedaulatan bangsanya.
Sumber referensi : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Direktorat Museum
Blog 'Oji Sang Penjelajah Waktu' Merupakan sebuah blog yang berisikan tempat kita untuk berbagi info dan pengetahuan dari berbagai macam lintas waktu. Yang memiliki tujuan untuk melakukan perubahan dari hal yang terkecil dan terpenting (Our self).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan bijak dan baik, dengan tidak mengandung unsur-unsur yang berbau sara dan negatif
-semua postingan disini terdapat blog sumber referensinya-